Bogor Traffic, Ekonomi – Pemerintah Indonesia telah menetapkan target peningkatan penerimaan cukai sebesar 8,3% menjadi Rp246,1 triliun pada tahun 2024. Meskipun detailnya belum diumumkan, diperkirakan target penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) juga akan meningkat.
Kenaikan tarif CHT untuk tahun 2024 sudah ditetapkan sebesar rata-rata 10%, besaran yang sama dengan tahun ini. Namun, penerimaan CHT tahun ini mengalami penurunan yang signifikan, yang telah menjadi perhatian beberapa pengamat.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho, menyambut baik keputusan pemerintah untuk memberlakukan kebijakan multiyear sebagai bentuk kepastian bagi pelaku usaha.
“Situasi sekarang sudah membuktikan bahwa kenaikan yang cukup eksesif ini berakibat pada produksi industri hasil tembakau yang menurun. Nah, dan hal ini juga sudah terlihat melalui data dari semester awal ini. Jadi, dengan diberlakukannya tarif cukai yang tinggi ini, industri hasil tembakau merasakan tekanan,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/9/2023).
Namun, ia menekankan perlunya memperhatikan tekanan yang dialami oleh industri hasil tembakau akibat kenaikan cukai yang berlebihan.
Data produksi rokok Indonesia selama Januari-Agustus 2023 mencatat penurunan sebesar 2,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan tarif cukai yang signifikan telah berdampak pada produksi industri hasil tembakau.
Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mencatat bahwa meskipun tarif cukai naik 10% untuk tahun 2023, penerimaan cukai hingga Agustus 2023 hanya mencapai 54,53% dari target dalam APBN 2023. Penurunan penerimaan ini dipengaruhi oleh perpindahan konsumsi ke produk yang lebih murah dan rokok ilegal.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi, mengingatkan bahwa kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi telah mendorong peningkatan rokok ilegal.
“Maraknya rokok ilegal ini sudah terjadi cukup lama. Salah satu pemicu terjadinya hal ini adalah kenaikan cukai yang terlalu tinggi dalam beberapa tahun terakhir,” ucap Benny.
Benny menyebut, tarif CHT dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan yang terlalu drastis. Ia mencontohkan, kenaikan cukai rokok pada 2020 yang rata-rata sebesar 23 persen lalu diikuti kenaikan rata-rata sebesar 12,5 persen dan 12 persen pada tahun 2021 dan 2022. Akhirnya, konsumen memilih untuk mencari rokok yang lebih murah dan bahkan membeli rokok ilegal.
Benny menyarankan agar kenaikan cukai disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi untuk mengatasi masalah ini..
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan tarif cukai agar tidak merugikan industri hasil tembakau nasional dan menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlanjutan ekonomi masyarakat.