JAKARTA – Geliat transaksi judi online yang semakin merambah ke berbagai kalangan, termasuk pelajar dan masyarakat menengah bawah, menjadi sorotan serius.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa sebanyak 2.761.828 individu terlibat dalam perjudian online.
“Dari 2,7 juta masyarakat yang terlibat judi online, 2,1 juta (2.190.447) pihak masyarakat merupakan masyarakat penghasilan menengah bawah. Penghasilan di bawah Rp 100 ribu,” ujar Humas PPATK Nasir Kongah
Nasir mengatakan, para penjudi online ini mencakup berbagai latar belakang, mulai dari pelajar, pegawai negeri, pegawai swasta, petani, hingga ibu rumah tangga.
Nasir menyoroti dampak serius terhadap keluarga dan kesejahteraan, terutama pada ibu rumah tangga yang menjadi korban. Misalnya, uang yang semestinya digunakan untuk kebutuhan anak, seperti membeli susu, justru digunakan untuk judi online. Hal ini berpotensi merusak gizi anak dan masa depan mereka.
Selain menyoroti profil para korban, PPATK juga mengungkap peningkatan nilai transaksi judi online yang signifikan setiap tahun. Bahkan, hingga tahun 2023, nilai transaksi dan perputaran dana mencapai Rp 200 triliun.
Data dari PPATK juga mencatat bahwa nilai transaksi dan jumlah transaksi judi online telah meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir, dengan perputaran dana mencapai Rp 190 triliun melalui 156 juta transaksi antara tahun 2017 hingga 2022.
Dana ini digunakan untuk berbagai keperluan terkait perjudian, termasuk taruhan, pembayaran kemenangan, biaya penyelenggaraan perjudian, transfer antar jaringan bandar, dan dugaan pencucian uang.
Situasi ini memerlukan perhatian serius untuk mengatasi dampak sosial dan ekonomi yang merugikan.