JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan uji materi terkait Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru. Dengan putusan ini, terjadi perubahan pada syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Indonesia.
“Mengadili permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan putusan, Senin (16/10)
Ia menyebut, Syarat usia minimal 40 tahun tetap berlaku, namun ada penambahan frasa yang signifikan.
Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menyebutkan bahwa syarat calon presiden dan wakil presiden adalah “berusia paling rendah 40 tahun.” Namun, MK menambahkan frasa baru, “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.”
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa syarat usia 40 tahun tidak dapat menjadi satu-satunya parameter untuk menentukan kelayakan seorang calon pemimpin.
Hakim MK Guntur Hamzah menyebut bahwa tren kepemimpinan global menunjukkan kecenderungan menuju pemimpin yang lebih muda, dan oleh karena itu, penilaian kualitatif seperti pengalaman dalam jabatan terpilih juga harus diberi perhatian.
Hakim Guntur Hamzah menyampaikan, “Tidak dilekatkan pada syarat usia. Namun diletakkan pada syarat pengalaman pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum. Sehingga tokoh/figur tersebut dapat saja dikatakan telah memenuhi syarat derajat minimal kematangan dan pengalaman karena terbukti pernah mendapat kepercayaan masyarakat, publik, atau kepercayaan negara.”
Dengan demikian, pemimpin yang berusia di bawah 40 tahun namun memiliki pengalaman sebagai kepala daerah layak untuk maju sebagai calon presiden atau wakil presiden. Perubahan ini berlaku mulai pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024 dan seterusnya.
Sebelumnya, MK juga telah memutuskan terkait permohonan serupa yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan gugatan yang melibatkan Emil Dardak dan lainnya. MK menolak permohonan-permohonan tersebut, menyatakan bahwa pengaturan syarat-syarat calon presiden dan wakil presiden adalah kewenangan pembentuk Undang-Undang. Namun, perubahan terkait pengalaman sebagai kepala daerah diterima oleh MK.