Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah mengambil langkah signifikan dalam upaya mengurangi dampak negatif sampah tekstil.
Dalam upaya tersebut, KLHK tengah menyusun tahap kedua dari Peraturan Menteri LHK Nomor 75 tahun 2019. Regulasi ini bertujuan untuk mengatur tanggung jawab produsen atas produk mereka, mulai dari perencanaan hingga pelaporan, dalam rangka meminimalisir sampah.
Salah satu fokus utama dari regulasi ini adalah tanggung jawab produsen di bidang tekstil. Baik perusahaan besar maupun pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sektor ini, diminta untuk merancang peta jalan pengurangan sampah. Langkah ini sejalan dengan praktik yang telah diterapkan oleh produsen di sektor makanan dan minuman, serta produk plastik dan logam.
Direktur Pengurangan Sampah KLHK, Vinda Damayanti Ansjar, menyatakan bahwa sebanyak 120 produsen telah menyampaikan konsep mereka untuk mengurangi sampah.
“Sekarang sudah ada 120 produsen yang menyampaikan konsep untuk mengurangi sampah dari proses produksi mereka, dan ini nanti juga kita terapkan di sektor tekstil,” kata Vinda Damayanti
Ia menyebut Pemerintah bahkan berencana memberikan insentif tambahan berupa modal usaha kepada produsen yang menerapkan pengurangan sampah dan melaporkannya melalui peta jalan.
“Karena saat ini kita baru sampai ke pemberian surat penghargaan, ke depan kita atur soal insentif,” ujar Vinda.
Namun, sampah tekstil yang kini mengancam lingkungan dengan menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), laut, dan sungai, mendapatkan perhatian lebih dari KLHK. Bahkan, pengusaha desainer seperti Chitra Subyakto juga ikut ambil bagian dalam solusi. Sejak September 2021, Chitra telah berhasil mengubah sampah tekstil menjadi produk fesyen bernilai tinggi.
“Masyarakat juga dapat mengirimkan pakaian dengan kondisi apapun, robek, bolong, kain perca asalkan bukan bahan poliester bisa kami daur ulang. Itu bentuk kontribusi warga juga kan,” kata Chitra.
Pakaian bekas yang dulu tidak layak pakai diubah menjadi produk fesyen, seperti pakaian, tas, insulator, benang, dan aksesoris. Produk-produk ini tidak hanya digunakan di dalam negeri, tetapi juga telah menjangkau pelanggan internasional.
Chitra mengajak masyarakat untuk berkontribusi dalam upaya mengurangi sampah tekstil.
Ia menyarankan tiga langkah: membeli pakaian tahan lama, menggunakan pakaian secara berulang-ulang, dan memperbaiki pakaian yang rusak.
“Kita juga bisa loh membuat arisan seperti tukar-tukar baju kepada sesama teman. Saya juga sering dapat lungsuran dari ibu, dari teman juga,” ujar Chitra.
Selain itu, Pengamat Lingkungan dari IPB, Suprihatin, menekankan pentingnya langkah pemerintah dalam meningkatkan pengelolaan dan daur ulang sampah tekstil.
“Kita bisa berkaca dari data sistem informasi KLHK, pada 2021 ada sekitar 2,3 juta ton limbah sampah tekstil dihasilkan. Sementara yang didaur ulang hanya 0,3 juta ton,” kata Suprihatin.
Dalam upaya mengatasi masalah ini, pemerintah diharapkan meningkatkan sosialisasi dan investasi dalam teknologi daur ulang, sekaligus menyediakan sarana pembuangan khusus untuk jenis sampah ini.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dampak negatif sampah tekstil dapat diminimalisir demi kelestarian lingkungan dan masa depan generasi mendatang.