bogortraffic.com, BOGOR – Kementerian Kehutanan mengambil langkah tegas dengan menyegel 39 vila yang berada di kawasan hutan Kabupaten Bogor sebagai dampak dari banjir bandang yang melanda Jabodetabek beberapa waktu lalu.
Penyegelan dilakukan karena vila-vila tersebut diduga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan mengganggu ekosistem hutan.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menjelaskan bahwa pemilik vila telah dipanggil oleh Gakkum (Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan) minggu lalu untuk menjalani pemeriksaan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Para pemilik vila mengakui kesalahan mereka dan bersedia untuk membongkar bangunan secara mandiri. Namun, ada satu atau dua kasus yang masih perlu pendalaman lebih lanjut karena adanya klaim tumpang tindih kawasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL), sehingga kami masih menelusuri status lahannya,” ujar Raja Juli Antoni saat melakukan penanaman pohon di kawasan Puncak, Sabtu (22/3/2025).
Menteri Kehutanan menegaskan bahwa pihaknya akan terus bekerja untuk menghijaukan kembali kawasan hutan yang telah mengalami degradasi akibat aktivitas ilegal.
“Tugas kami adalah memastikan bahwa jumlah pohon yang ditanam lebih banyak daripada yang ditebang. Kami ingin memulihkan kembali keseimbangan ekosistem di kawasan ini,” ucapnya.
Sementara itu, Kementerian Kehutanan belum menetapkan jadwal pasti untuk pembongkaran vila yang telah disegel. Saat ini, pihaknya masih menunggu hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari tim Gakkum sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
“Pembongkaran akan dilakukan berdasarkan hasil BAP. Jika terbukti melanggar aturan, maka vila tersebut akan kami tindak tegas,” tambah Raja Juli.
Penyegelan bangunan ilegal di kawasan hutan ini tidak hanya dilakukan oleh Kementerian Kehutanan. Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup juga telah melakukan tindakan serupa dengan memasang plang pengawasan di sembilan lokasi, termasuk salah satunya adalah Bobocabin Gunung Mas.
Raja Juli Antoni juga menekankan pentingnya koordinasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan instansi terkait, untuk memastikan data APL (Areal Penggunaan Lain) tetap akurat dan tidak berubah-ubah.
“Kami hanya membutuhkan data yang valid untuk melaksanakan pembongkaran. Namun, karena status APL sering berubah, hal ini perlu didudukkan bersama-sama agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan,” pungkasnya.
Dengan adanya langkah tegas ini, diharapkan kerusakan lingkungan di kawasan hutan Bogor dapat diminimalisir dan mencegah bencana ekologis di masa mendatang.