Gandeng Tokoh Agama, KLH Dorong Perbaikan Tata Kelola Lingkungan

forum "Kolaborasi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Mendorong Kepedulian Lingkungan"

bogortraffic.com, BOGOR – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), menggandeng para tokoh agama dan masyarakat untuk mendorong perilaku perbaikan tata kelola lingkungan di Indonesia.

Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Fasiol Nurofiq menilai, pentingnya peran tokoh agama, adat, dan masyarakat dalam membangun kesadaran kolektif menjaga bumi sebagai warisan generasi mendatang.

Bacaan Lainnya

“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kepemimpinan dan masukan dari tokoh agama serta masyarakat sangat dibutuhkan agar gerakan perlindungan lingkungan lebih berdampak luas,” kata Hanif dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Dalam Diskusi lintas agama dan tokoh masyarakat bertajuk “Kolaborasi Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Mendorong Kepedulian Lingkungan” di Jakarta, Senin (22/9), mempertemukan pemimpin agama, akademisi, dan perwakilan masyarakat sipil.

Hanif mengatakan, forum tersebut dirancang untuk memperkuat kapasitas masyarakat agar mampu mengubah kesadaran menjadi aksi nyata.

Untuk itu, Ia menekankan para tokoh agama, dan masyarakat memiliki peran strategis dalam menggerakkan kesadaran kolektif.

Dengan pengaruh moral dan sosial, yang mereka miliki, kata Hanif, kedua elemen ini dapat menjadi pendorong kuat bagi perubahan perilaku masyarakat menuju pola hidup yang lebih ramah lingkungan.

“kolaborasi lintas peran ini akan memperkuat langkah pemerintah dalam menghadapi krisis lingkungan sekaligus menjaga keberlanjutan hidup generasi mendatang,” ucap Hanif.

Selain itu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono menegaskan krisis iklim bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan yang sudah dirasakan saat ini.

“Data menunjukkan 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Di Kuwait suhu mencapai 51 derajat celsius, sementara di Indonesia NTT menembus 38,4 derajat celsius,” kata Diaz.

Diaz menyebut kenaikan suhu global bukan akibat siklus alam, melainkan dampak aktivitas manusia. “Climate Central menyebut panas ekstrem di kota-kota Indonesia bukan karena gunung berapi atau siklus matahari, tetapi karena ulah manusia,” ujarnya.

Menurut studi internasional dan kementerian terkait, ribuan pulau di Indonesia berisiko tenggelam akibat kenaikan permukaan laut.

“Mau 29, 115, atau 2.000 pulau, intinya kita bisa kehilangan daratan. Padahal hanya 0,000 sekian persen permukaan bumi yang layak ditinggali,” jelas Diaz.

Diaz mengingatkan, ketersediaan air bersih juga kian mengkhawatirkan. Dari seluruh air di bumi, hanya 3 persen yang bisa dikonsumsi. Itu pun sebagian besar tersimpan di kutub.

“Air yang benar-benar bisa kita gunakan sangat terbatas, sementara sungai dan danau semakin tercemar,” tegasnya.

Menurut Diaz, sampah, khususnya food waste, juga menjadi ancaman serius. “Satu ton sampah bisa menghasilkan 1,7 ton CO₂. Kalau makanan tidak habis, ujungnya menambah global warming,” ungkapnya.

Karena itu, pemerintah menargetkan pengelolaan sampah 100 persen pada 2029, serta menurunkan emisi hingga 43,2 persen pada 2030 sesuai Paris Agreement.

Merujuk survei Purpose Climate Lab dan YouGov, Diaz menilai tokoh agama punya pengaruh besar dalam menyuarakan isu iklim.

“Ulama ada di posisi pertama, di atas aktivis lingkungan, Presiden, maupun kementerian. Bahkan lebih tinggi daripada ilmuwan, influencer, atau jurnalis,” jelasnya.

Dia memberikan apresiasi atas inisiatif eco-pesantren, eco-vihara, dan eco-church yang telah lahir di Indonesia. Menurutnya, pesan-pesan agama sangat relevan untuk menggerakkan umat.

“Dalam Islam, menanam pohon dianggap amal jariyah. Dalam Kristen, Genesis 2:15 memerintahkan manusia menjaga Taman Eden. Semua agama mengajarkan hal yang sama: menjaga bumi,” tuturnya.

Diaz juga menyinggung peran sungai sebagai pusat peradaban sejak Mesopotamia hingga Sriwijaya. “Peradaban tidak pernah lepas dari sungai. Tapi hari ini, kita justru membuang sampah ke sungai. Itu sama saja bunuh diri,” ucapnya.

Diaz menutup dengan pesan inspiratif dari Mahatma Gandhi: “The world has enough for everyone’s need, but not enough for everyone’s greed.” artinya, “Bumi ini cukup untuk kebutuhan kita, tapi tidak untuk keserakahan kita,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2015, Din Syamsuddin menyampaikan apresiasi KLH menggandeng tokoh agama dan masyarakat.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi menghadapi tiga krisis planet: perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan.

“Masalah lingkungan hidup sejatinya adalah masalah moral, inilah ranah tanggung jawab,” kata Din Syamsuddin.

Untuk itu, Din Syamsuddin berharap pemerintah untuk bertanggung jawab pada ranahnya terutama dengan adanya undang-undang maupun kebijakan yang pro lingkungan.

Dalam kesempatan dialog tersebut hadir pula berbagai perwakilan tokoh agama dan masyarakat lain, termasuk Sekretaris Eksekutif PGI Pdt. Johan Kristantara, Ketua Umum Permabudhi Prof. Philip K Widjaja, Imam Keuskupan Bandung Ferry Sutrisna Wijaya, Ketua Bidang Keagamaan dan Spiritualitas PHDI KRHT Astono Chandra Dana serta akademisi Universitas Nottingham Bagus Muljadi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan